Jumat, 10 Juli 2009

HILANGNYA WANITA DALAM REVOLUSI KITA

KRITIK BUKU “SEJARAH NASIONAL INDONESIA” KARYA ANTHONY J.S. REID

Tsabit Azinar Ahmad
Mahasiswa Pendidikan Sejarah
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret


Buku Revolusi Nasional Indonesia karangan Anthony J.S. Reid membicarakan satu kurun waktu yang disebut dengan masa revolusi (1945-1950). Masa revolusi merupakan salah satu bagian dari rentangan sejarah bangsa Indonesia memiliki peran sentral dalam pembentukan negara Indonesia. Pada masa revolusi, dinamika perkembangan Indonesia sangat terlihat. Hal ini disebabkan pada masa revolusi perkembangan sejarah mengalami perubahan yang sangat cepat. Tercatat beberapa peristiwa penting yang menentukan jalannya Indonesia ke depan terjadi pada masa revolusi ini. Berbagai penyerangan dan peperangan mempertahankan kemerdekaan, perjuangan diplomasi, sampai pada permasalahan dinamika politik dan masyarakat terjadi pada masa ini.

Dalam revolusi nasional tahun 1945-1949, sejarah memperlihatkan masa perundingan dan kebuntuan yang lama diantara pihak-pihak Indonesia-Belanda, yang diselingi oleh masa pertempuran yang lebih pendek. Tempat perundingan itu berpndah-pindah dari Indonesia ke Belanda dan kemudian ke markas PBB di New York, sementara garis front Republik di bawah tekanan Belanda terpaksa berpindah dari kota-kota besar ke daerah pedalaman. Dalam bagian pertama tahun 1949, pada akhirnya garis front itu tidak ada lagi ketika Belanda merebut ibukota Republik di Yogyakarta.

Reid mengawali bahasannya dengan memberikan gambaran tentang awal mula masa pergerakan yang mengantarkan Indonesia pada perubahan pendekatan perjuangan, dari perjuangan yang semata-mata mengandalkan pertempuran fisik menjadi perjuangan wacana dan pemikiran melalui organisasi-organisasi yang terstruktur dan modern. Modernisasi pemikiran yang muncul dan berkembang dengan sangat cepat pada awal abad XX telah menyulut semangat nasionalisme masyarakat untuk melakuan gerakan melawan tirani pemerintahan Hindia Belanda.

Bagian kedua menjelaskan tentang proklamasi Indonesia yang menuliskan tentang proses menjelang proklamasi sampai bulan-bulan awal setelah proklamasi. Sementara itu, bagian ketiga mengulas tentang kedatangan awal sekutu di Indonesia. Pada bagian ini Reid menjelaskan dengan cukup jelas, tentang posisi Belanda setelah menjadi pemenang perang dunia II, yang memiliki hasrat untuk kembali menguasai Indonesia. Pada bagian keempat menjelaskan tentang revolusi sosial. Bagian ini menjelaskan tentang terjadinya pergolakan di daerah-daerah, terutama di kalangan masyarakat di desa-desa. Bagian kelima menjelaskan tentang politik nasional dalam republik pada tahun 1946-1947. Bagian ini menjelaskan adanya peran organisasi-organisasi pemuda, partai-partai politik, seperti Partai Buruh, Masyumi, PNI, serta berbagai konstelasi politik yang menjelaskan tentang peranan beberapa tokoh, seperti Tan Malaka. Pembahasan tentang peran Tan Malaka merupakan sebuah kajian yang cukup menarik, karena dalam buku-buku lain, penjelasan tentang peran Tan Malaka, sangat minim, bahkan dikatakan tidak pernah diangkat, padahal Tan Malaka merupakan tokoh yang telah mendapatkan gelar Pahlawan Nasional. Bagian keenam tentang “Mengepung Republik” berisikan penjelasan tentang agresi dan daya upaya yang dilakukan oleh Belanda dalam upaya menguasai kembali Indonesia. Bagian keenam menjelaskan tentang reformasi pemerintah dan revolusi komunis. Dan pada akhirnya buku ini ditutup dengan penjelasan tentang kemenangan strategi diplomasi yang dilakukan oleh pihak Indonesia.

Selain mengulas tentang berbagai peristiwa seputar revolusi, buku ini menyajikan pula ulasan-ulasan tentang buku-buku yang menuliskan tentang kajian yang sama. Penulis mungkin ingin pembaca buku ini melakukan perbandingan antara tulisan yang dihasilkan dengan karya-karya dengan tema sejenis. Selain itu, buku ini dilengkapi pula oleh ilustrasi yang berisi foto-foto tentang peristiwa seputar revolusi.

Sejarah Nasional Indonesia sebagai Sejarah Naratif
Buku yang ditulis Reid pada teks aslinya diterbitkan pada tahun 1974 dengan judul The Indonesian National Revolution, sehingga ketika diterbitkan dalam edisi Indonesia pada tahun 1996, buku ini belum memuat penelitian-penelitian mutakhir tentang sejarah revolusi Indonesia. Namun demikian, sebagai sebuah referensi, buku ini patut dijadikan acuan bagi berbagai kalangan untuk memahami masa revolusi Indonesia.

Reid menggunakan pendekatan sejarah naratif sebagai model penjelasan sejarah dalam bukunya. Sejarah naratif adalah menulis sejarah secara deskriptif, tetapi bukan sekadar penjelasan fakta (Kuntowijoyo, 2008:147). Seperti tulisan sejarah naratif yang terdiri atas tiga syarat, yakni colligation, plot, dan struktur sejarah, Reid juga memberikan penjelasan dalam buku ini menggunakan tiga syarat tersebut. Pada tahap colligation yang bertujuan untuk mencari hubungan dalam antar peristiwa sejarah, Reid dengan cukup jelas memberikan keterkaitan antara peristiwa satu dengan peristiwa lainnya dalam buku ini, seperti keterkaitan antara berkembangnya pendidikan dengan munculnya elit baru sebagai motor penggerak pergerakan, serta menjelaskan secara logis bagaimana posisi Belanda yang segera ingin kembali ke Indonesia setelah kemenangan sekutu pada perang dunia II.

Syarat yang kedua dalam sejarah naratif adalah pembangunan plot. Plot adalah cara mengorganisasikan fakta-fakta menjadi satu keutuhan (Kuntowijoo, 2008:148). Dalam bukunya, Reid mencoba untuk memberikan satu rangkaian fakta yang dihimpun dalam tema-tema. Dalam buku ini tema-tema besar yang merupakan gabungan dari fakta-fakta yang telah disusun secara runtun dan bersinambung ini di-ejawantah-kan dalam bab-bab tresendiri, seperti tentang “Pendahuluan Revolusi”, “Proklamasi Republik”, sampai bab terakhir tentang “Kemenangan Demokrasi”. Tiap-tiap bab dalam buku ini menceritakan tentang fakta-fakta yang diikat dalam kesatuan tema tetentu. Pada tahap ini Reid melakukan proses interpretasi dan eksplanasi. Namun demikian, kelemahan dalam tahapan ini pada buku Reid adalah adanya percampuran antara fakta dan opini. Terkadang Reid melakukan interpretasi secara berlebihan yang justru menjadi kelemahan. Contoh ketercampuradukan antara fakta dan opini terlihat dalam teks berikut

Pemerintahan di semua karesidenan utama berada di tangan Republik di pertengahan bulan Oktober. Namun Mr. hasan, seorang pejabat pmerintahan yang sebelumnya tidak dikenal di Sumatera bagian selatan dan tengah, tidak pernah mampu menegakkan kekuasaanya atas semua daerah dan kebudayaan yang berbeda-beda di pulau itu. Adalah suatu pemberian Tuhan bagi persatuan Indonesia di kemudian hari bahwa Tentara ke 25 tidak menggunakan kesempatan lebih baik untuk membangun suatu pimpinan di Sumatra tersendiri. (Reid, 1996: 60)

Pada paragraf di atas, terjadi percampuran antara fakta dan opini. Konteks tulisan tersebut adalah kodisi awal di Indonesia setelah proklamasi, terutama di daerah Sumatera. Di sini, Reid memberikan penjelasan yang amat dangkal bahwa tidak didirikannya pemerintah oleh Jepang di Sumatera yang pada saat itu berada pada kondisi rentan hanya karena pemberian Tuhan. Oleh karena itu, dalam diperlukan kehati-hatian dan kecermatan dalam membaca dan upaya pembandingan dengan karya-karya yang lain.

Pada tahap ketiga dalam sejarah naratif adalah struktur sejarah. Struktur sejarah bertujuan untuk melakukan rekonstruksi secara akurat. Dalam buku ini Reid juga melakukan tahapan struktur sejarah dengan memberikan kesatuan cerita secara kronologis untuk menjelaskan permasalahan-permasalahan berkaian dengan masa revolusi.

Penulisan buku ini menekankan pada aspek sejarah yang bersifat nasional. Kelemahannya penulisan sejarah yang bersifat nasional antara lain adalah penulisan sejarah ini tidak mampu untuk merekam peristiwa-peristiwa yang bersifat khusus dan dalam lingkup kecil. Namun demikian, dalam buku ini disajikan pula tema yang tidak hanya menceritakan sejarah yang bersifat nasional, tetapi permasalahan sejarah sosial. Bagian ini tertuang dalam bab tersendiri, yakni dalam bab tentang “Revolusi Sosial”. Tema ini jarang ditemukan dalam buku-buku serupa, termasuk dalam buku Goeroge Mc Turnan Kahin tentang Nasionaisme dan Revolusi Indonesia.

Hilangnya Peran Wanita: Sebuah Kritik
Dalam buku ini, kelemahan yang disoroti dalam tulisan ini adalah ketimpangan gender, yakni seolah-olah dalam buku ini wanita tidak memiliki peran dalam sejarah revolusi Indonesia. Permasalahan hilangnya wanita dalam revolusi Indonesia menjadi titik tekan dalam tulisan ini. Padahal sudah ada tulisan yang memberikan kajian tentang peran wanita dalam sejarah revolusi Indonesia. Anton Lucas dan Robert Cribb menulis sebuah tulisan berjudul “Peran Wanita dalam Revolusi Indonesia: Sebuah Renungan Sejarah”. Tulisan ini sebagai makalah dalam konferensi internasional tentang revolusi nasional pada tahun 1995 dan telah dibukukan pada tahun 1997 dengan judul Denyut nadi Revolusi Indonesia. Peran wanita dalam revolusi juga terdapat dalam buku yang disunting oleh Colin Wild dan Peter Carey berjudul Gelora Api Revolusi: Sebuah Antologi Sejarah. Di dalam buku yang diangkat dari serangkaian wawancara di radio BBC Inggris dalam rangka 40 tahun proklamasi terdapat wawancara dengan Surasti Karma Trimurti atau S.K. Trimurti.

Tidak adanya segi pandangan wanita terhadap revolusi Indonesia mendapat perhatian kritis dari Chrstine Dobbin pada tahun 1979. Secara relatif, sedikit sekali wanita yang menginggalkan kisah pengalaman mereka di masa revolusi Indonesia. Umumnya, mereka kurang terlibat dalam kejadian sejarah yang mendapatkan perhatian besar dalam penulisan sejarah Indonesia, dan mereka jarang berada di dalam posisi kekuasaan dan pengaruh yang besar, sehingga jarang orang tertarik mencatat pengalaman hidup para wanita, termasuk dalam buku Reid ini.

Anton Lucas dan Robert Cribb (1997) merangkum berbagai bentuk kesaksian yang dituliskan oleh para mantan pejuang wanita. Dalam kurun waktu lima tahun perjuangan revolusi antara tahun 1945 dan 1949, peranan wanita menjadi bertambah luas. Hal ini karena peraturan etika dan perilaku sosial antar jenis telah menjadi semakin terbuka dan menjadi kurang formal. Kekacauan politik dan sosial yang terjadi pada masa revolusi memberikan kesempatan wanita untuk bertindak dalam berbagai aktivitas. Peranan mereka dalam masyarakat telah bertambah luas, dan mereka sering kali harus memikul tanggung jawab baru yang dilemparkan di pundak mereka.

Peran wanita dalam revolusi terlihat dari aktivitasnya dalam organisasi pemuda. Reid dalam bukunya menjelaskan bahwa ada peran golongan pemuda dalam revolusi. Namun lagi-lagi Reid tidak menyebutkan adanya peran wanita. Reid hanya menjelaskan tentang organisasi pemuda yang berafiliasi dengan angkatan darat, organisasi Pemuda Sosialis Indonesia, serta beberapa organisasi lainnya. Padahal ada beberapa organisasi yang hanya mengkhususkan hanya beranggotakan wanita. Organisasi itu pada umumnya berbasis di kota dan menghimpun para wanita yang berpendidikan yang tinggal di kota besar, terutama di Surakarta dan Yogyakarta. Di kota-kota besar seperti Surabaya gadis-gadis yang masih duduk di sekolah lanjutan atas bekerja sebagai anggota palang merah Indonesia yang baru dibentuk. Selain itu ada pula wanita yang ikut serta dalam perjuangan.

Buku Reid yang membahas tentang partai-partai politik juga tidak menyebutkan peran wanita dalam partai-partai politik tersebut. Padahal menurut kesaksian dari S.K. Trimurti, pada tahun 1946 dirinya dengan beberapa orang mendirikan partai bernama partai buruh Indonesia yang berpusat di Yogyakarta, dan dia menjadi salah seorang dewan pimpinan pusat. Dalam buku Atrhony Reid, bahasan tentang partai buruh sebatas perannya sebagai partai oposisi dan hubungannya dengan Iwa Kusuma Sumantri. Peran S.K. Trimurti dalam sejarah Indonesia tidaklah sedikit. Setelah proklamasi S.K. Trimurti menjadi anggota Komite Nasional Indonesia yang mendapat tugas untuk membentuk Komite Nasional Indonesia di Jawa Tengah. Kemudian ia bertugas di Badan Pekerja Komite Nasional Pusat sebagai badan eksekutif bentukan Komite Nasional.

Selanjutnya berkaita dengan aktivitas wanita dalam revolusi Anton Lucas dan Robert Cribb menjelaskan bahwa ada wanita yang merasa menjadi bagian dari revolusi karena apa yang dilakukan oleh suami mereka, yang lainnya adalah karena mereka tidak memiliki tanggung jawab keluarga, sehingga dapat ikut serta dalam perlawanan revolusi dalam bentuk yang lebih langsung. Hal ini tidak ditemukan dalam bahasan Anthony J.S. Reid dalam tulisannya tentang Revolusi Nasional Indonesia. Salah seorang peuang wanita yang dikisahkan oleh Anton Lucas dan Robert Cribb adalah kisah dari Ibu Rusmi yang ikut serta dalam kesatuan gerilya yang seluruhnya terdiri atas pria.

Selain peran wanita dalam aspek pertempuran pada masa revolusi, patut pula diperhatikan peran wanita dalam aspek informal pada saat revolusi. Sejarah kehidupan keseharian wanita pada masa revolusi sangat menarik karena terjadi berbagai macam perubahan akibat seringanya melakukan pengungsian. Banyak wanita di Jawa yang ikut serta dalam perjuangan harus meninggalkan rumah tangga mereka dengan segera, membawa anak-anak mereka berjalan kaki, pada saat Belanda secara berangsur-angsur memperluas daerah pendudukan mereka di Jawa. Banyak wanita dan anak-anak yang mengalami penderitaan seperti ini di seluruh pulau Jawa. Pada masa itu, wanita juga melahirkan anak-anak, mencoba memberi makan keluarga ketiga berpindah-pindah, mengganti pakaian kain batik dengan pakaian yang lebih praktis yang terbuat dari kain blacu, mengubah tatanan rambut mereka, serta menggulangi tragedi-tragedi yang amat menyedihkan seperti kematian bayi dan balita, atau meninggalnya orang tua. Pada saat persediaan dapat dikatakan tidak ada sama sekali. Bahasan ini luput dari kajian Reid dalam salah satu temanya yang mengulas tentang revolusi sosial.

Dari berbagai kritik yang telah disampaikan di atas berkaitan dengan peran wanita pada masa revolusi yang tidak muncul dalam buku Anthony J.S. Reid, hal ini menunjukkan bahwa pada saat Reid menuliskan bukunya perhatian terhadap wanita masih minim. Walaupun tulisan Reid lebih mengarahkan pada permasalahan revolusi nasional, bukan berarti peran dan posisi wanita tidak dimunculkan, apaagi dalam salah satu bahasannya, Reid memasukkan kajian tentang revolusi sosial, di mana peran wanita dapat dimunculkan di sana.

DAFTAR PUSTAKA

Kuntowijoyo. 2008. Penjelasan Sejarah (Historical Explanation). Yogyakarta: Tiara Wacana

Lucas, Anton dan Cribb, Robert. 1997. “Peran Wanita dalam Revolusi Indonesia: Sebuah Renungan Sejarah”. Dalam Panitia Konferensi Internasional Revolusi Nasional: Kajian, Kenangan, dan Renungan (Penyunting). 1997. Denyut Nadi Revolusi Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Wild, Colin dan Carey, Peter (Penyunting). 1986. Gelora Api Revolusi: Sebuah Antologi Sejarah. Jakarta: Gramedia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar