Senin, 24 Agustus 2009

Candi Gedong Songo

Tsabit Azinar Ahmad

Mahasiswa Pendidikan Sejarah
Program Pascasarjana UNS


Gedong Songo adalah kompleks yang terletak di kaki gunung Ungaran, Jawa Tengah. Dinamakan Gedong Songo karena candi (gedong) di tempat itu berjumlah sembilan (songo). Candi gedong songo menempati petak-petak di lereng atas gunung dengan pemandangan yang indah di atas sebuah petak besar Jawa Tengah (Tjahjono [peny] 2002:62). Dari gedong songo, seseorang dapat melihat puncak-puncak gunung perahu.

Selain itu dapat pula dilihat dataran tinggi Dieng di barat, hingga Gunung Lawu di sebelah timur. Pemandangan ini merupakan salah satu unsur utama yang membuat orang Jawa memilih tempat ini untuk wilayah gugus keagamaan.


Secara administratif percandian ini berada di wilayah Dukuh Darum, Desa Candi, kecamatan Ambarawa, kabupaten Semarang. Berada di ketinggian 1200-1300 meter di atas permukaan laut, kompleks candi ini pada awalnya disebut sebagai Gedong Pitoe. Sebabnya, pada waktu ditemukan, percandian ini hanya ada tujuh bangunan candi. Namun selanjutnya ditemukan dua bangunan candi lagi sehingga kemudian dinamai dengan percandian Gedong Songo. Kata Gedong (jawa) berarti bangunan, sedangkan Songo (jawa) berarti sembilan. Dengan demikian arti Gedong Songo adalah, sembilan bangunan candi.


Candi gedong songo didirikan sebelum tahun 770, di mana ciri bangunan keagamaan berbilik pada masa ini adalah berukuran kecil (Supratikno Rahardjo, 2002:243). Percandian Gedong Songo dibangun pada sekitar tahun 750 M, kecuali kelompok satu yang dibangun pada 835 M. Candi ini didirikan pada masa Mataram kuno.


Namun demikian, meskipun bernama Gedong Songo, pada saat ini di kompleks percandian tersebut tidak terdapat sembilan candi secara utuh. Sampai saat ini, candi yang masih utuh hanya berjumlah lima buah, sedangkan yang lain hanya pondasinya saja. Candi ini pertaa dilaporkan pada saat pemerintahan Rafless pada 1740. Kelima candi tersebut telah dipugar oleh Dinas Purbakala. Candi Gedong I dan II dipugar pada tahun 1928 sampai tahun 1929 dan tahun 1930 sampai tahun 1931. Pemugaran candi, terutama candi Gedong III, IV, dan V dan penataan lingkungan secara menyeluruh dilakukan oleh pemerintah Indonesia pada 1972-1982.


Candi-candi di gedong songo mengapit sebuah jurang yang mengalirkan air vulkanis yang panasnya hampir mencapai titik didih. Ciri-ciri alami ini mungkin membentuk faktor lain yang menarik perhatian orang Jawa dahulu, mungkin mereka menghubungkan sumber panas dan ciri lain gunung api dengan kekuatan gaib.


Candi di Gedong Songo ini memiliki denah berbentuk bujur sangkar, di mana pada bagiannya terdapat satu pintu dan relung-relung di ketiga sisinya. Candi Gedong Songo dibedakan satu dari yang lain oleh perbedaan denah bagian dalam. Tiga candi utama dalam kelompok III menghadap barat. Candi tengah dipersembahkan untuk Çiwa , berbentuk persegi, dengan sebuah serambi masuk. Relung-relung disusun menjadi bagian luar tiga dinding lain yang berisi patung Agastya, Ganesha, dan Durga. Ini merupakan penampilan pertama tritunggal ikonografi yang kemudian menjadi kewajiban maya perancang semua candi Çiwa di Jawa selama enam abad mendatang (Tjahjono [peny] 2002:62).


Candi gedong songo pada saat ini yang masih berdiri hanya lima kelompok candi. Kelompok candi pertama adalah bangunan yang terletak di posisi paling rendah. Kelompok candi pertama ini hanya terdiri dari satu bagian. Candi pertama ini menghadap ke arah barat. Relung di tubuh candi berisi arca dan berhias relief jambangan bunga yang merupakan lambang kesuburan. Di bagian dalam candi pertama terdapat lingga dan yoni, selain itu di bagian luar terdapat relung atau Parsvadewata, tetapi dalam keadaan kosong. Pada bagian kaki atau subasement terdapat bentuk halfroyend. Banyak dijumpai pelipit menonjol dengan motif permata yang mengelilingi candi. Pada candi pertama ini terdapat pula antefik-antefik dengan motif permata.


Kelompok percandian kedua terdiri dari tiga bangunan. Pada bangunan yang paling utuh, subasementnya dihiasi dengan relief dan pelipit yang menonjol ke luar. Pada dinding candi luar terdapat relung berbentuk kurung kurawa berhias bunga. Selain itu, di bagian atap pada bingkai mahkota di setiap sisi ditemukan relung-relung kecil pada antefik dengan hiasan sosok wanita yang sedang duduk. Kemudian di atap selanjutnya terdapat relung kecil pada antefik tanpa ornamen. Kelompok percandian pertama dan kedua dipugar pada tahun 1928-1929 dan 1930-1931.


Kelompok percandian tiga terdiri dari empat buah bangunan candi. Pada mulanya kelompok candi tiga terdiri dari 15 candi. Pada kanan dan kiri pintu candi induk dijaga oleh Kadiswara. Candi perwara di sebelah selatan candi induk ini memiliki hiasan khusus, yaitu gajah yang sedang bersimpuh. Candi perwara yang berhadapan dengan candi induk berbentuk mirip dengan candi semar di kompleks percandian dieng. Pada reruntuhan candi, terdapat fragmen-fragmen kendaraan dewa surya dengan ujud kereta yang ditarik empat sampai enam ekor kuda.


Kelompok percandian empat diperkirakan terdiri dari satu candi induk dan delapan candi perwara. Namun, pada saat ini candi perwaranya hanya tediri dari fondasi saja. Di sebelah kanan dan kiri pintu masuk candi terdapat relung yang merupakan tempat Mahakala dan Nandiswara. Relung-relung lain di candi ini sudah kosong. Kelompok percandian lima merupakan kelompok percandian yang terletak di posisi yang tertinggi. Saat ini hanya terdapat satu candi induk, sementara candi lainnya hanya berupa reruntuhan.

Daftar pustaka
Supratikno Rahardjo. 2002. Peradaban Jawa: Dinamika Pranata Politik, Agama, dan Ekonomi Jawa Kuno. Jakarta: Komunitas Bambu.

Tjahjono, Gun. (penyusun). 2002. Indonesian Heritage. Jilid VI (Arsitektur). (Terjemahan). Jakarta: Grolier International

1 komentar:

  1. wh bentar lage ak mw ksana nih....
    tiket masuknya skrg brape ya????

    BalasHapus